Rabu, 20 Mei 2009

JURNAL MANAJEMEN PENDIDIKAN


SISTEM PENGUASAAN SEORANG SISWA UNTUK MENGUKUR SEBERAPA BESAR KEIKUTSERTAAN DALAM DISKUSI KELAS
Walaupun telah di praktekkan secara luas di dalam pendidikan manajemen, penilaian keikutsertaan siswa di dalam diskusi kelas telah di keritik oleh para peneliti: seorang instruktur secara serempak mengambil dua tugas kelas diskusi dan mengevaluasi partisipasi siswa; para siswa hanya bermain pada poin daripada memfokuskan pada belajar; dan penilaian umum, rencana penilaian yang dilakukan instruktur tidak memotivasi para siswa dengan merata. Artikel ini mengusulkan suatu sistem penilaian yang menunjuk pada tiga perhatian ini. Sistem yang diusulkan memberi para siswa umpan balik panduan di dalam daerah keikutsertaan di dalam diskusi kelas memungkinkan instruktur untuk fokus dalam membuat peluang belajar di dalam kelas. Sistem penilaian yang diusulkan, dengan keandalan yang melebihi. 80, dapat dengan mudah dimodifikasi oleh instruktur individu untuk menyesuaikan gaya pengajaran mereka.
Kata Kunci : partisipasi kelas; panduan evaluasi; penguasaan siswa; penilaian keikutsertaan
Partisipasi di diskusi kelas, disebut juga sebagai partisipasi diskusi selanjutnya, adalah salah satu alat pendidikan umum di dalam pendidikan manajemen(Litz, 2003). Termasuk mendengarkan dengan seksama, ikut serta dalam sebuah isu, pidato untuk mempertahankan suatu posisi, dan menanyakan logika siswa lain(Desiraju & Gopinath, 2001). Partisipasi diskusi mengizinkan siswa untuk mengalami perspektif yang berbeda dan proses ceramah demokratis dan untuk mengembangkan kemampuan sintesis, integrasi dan komunikasi(Brookfield & Preskill, 1999, pp.22-23). Dibandingkan dengan siswa didalam kelas ceramah, siswa yang berpartisipasi aktif mendapatkan banyak informasi setelah akhir dari kursus(McKeachie, 1994) dan merasa lebih puas dengan dengan kursus(Serva & Fuller 2004).
Sebuah survey manajemen terbaru dari merekrut organisasi mengenali komunikasi dan kemampuan antar pribadi sebagai atribut nomor satu siswa yang perekrut lihat ketika akan memperkerjakan lulusan sekolah bisnis(Alsop, 2004). Mempertimbangkan penekanan yang kuat yang ditempatkan perekrut “efisien dan efektif” komunikasi (Smith, 1994, p. 238), sebagian besar dari instruktur manajemen, dan hampir 95% tentang kebijakan bisnis/strategi instruktur manajemen(Alexander, O’Neill, Snyder, & Townsend, 1986), termasuk partisipasi diskusi sebagai komponen penilaian siswa.
Di samping penggunaan yang tersebar luas, jasa keikutsertaan diskusi di perdebatkan. Gilson (1994) mengkritik penilaian partisipasi dalam diskusi untuk tiga alasan: Pertama, itu memaksa instruktur untuk mengambil dua pada dasarnya peran yang bertentangan secara serempak: peran yang mendukung menciptakan peluang belajar di dalam kelas, dan peran keikutsertaan penilaian yang evaluatif setiap kali seorang siswa menyatakan secara lisan pemikirannya. Di dalam proses tersebut, itu dapat menguatkan suatu puncak/menurun, kultur pembawaan instruktur di kelas tersebut. Kedua, siswa mulai berpartisipasi untuk mendapatkan poin (mendapatkan perhatian instruktur dengan mengatakan apa yang ada di pikirannya) daripada memfokuskan untuk mendapatkan pengetahuan. Ketiga, kebanyakan instruktur menggunakan rencana penilaian partisipasi yang sama kepada setiap siswa di dalam kelas. Buruknya, partisipasi diskusi sangat jarang tertanam di dalam tubuh siswa. Secara umum, siswa internasional, siswa lokal dari latar belakang suku yang berbeda, dan siswa dengan kepribadian pasif berpartisipasi lebih sedikit. Siswa perempuan juga sangat sedikit berpartisipasi dalam “bertarung di depan umum” diskusi (Gilson, 1994, p. 229). Digambarkan dari teori yang diharapkan, Gilson (1994) berargumentasi bahwa instruktur seharusnya memikirkan rencana penilaian yang akan dihitung dari perbedaan individual. 
Artikel ini mengusulkan sebuah sistem untuk mengukur dan menimbang partisipasi diskusi yang menunjuk sebagian kritik yang ditingkatkan oleh Gibson (1994). Di dalam sistem yang diusulkan, siswa adalah penilai utuma dari sebuah partisipasi diskusi pada basis sehari-hari. Walaupun instruktur sebetulnya seseorang yang paling berkualitas untuk mengukur partisipasi diskusi, sistem yang memusat pada instruktur dalam penilaian partisipasi diskusi tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk memahami bagaimana panutan mereka dirasakan. Ini adalah penghilangan yang sangat penting, yang diberi masukan panutan telah memperoleh pekerjaan yang telah selesai menggunakan regu fungsi menyilang (Toegel & Conger, 2003). Sistem yang diusulkan di dalam artikel ini sesuai dengan kursus yang menawarkan peluang dari partisipasi diskusi kelompok yang sangat besar di dalam kebanyakan sesi kelas, termasuk kelas ceramah kuliah. Instruktur yang tidak merasa nyaman memfasilitasi sebuah diskusi ketika mengevaluasi partisipasi diskusi akan diuntungkan kebanyakan dari pendekatan struktur, termasuk siswa penilai.
Sisa dari artikel akan dibagi menjadi tiga sesi. Sesi pertama meninjau ulang literatur: siapa, apa, dan bagaimana penilaian partisipasi diskusi. Sesi kedua mendeskripsikan detail dari sistem yang diusulkan, membenarkan ke efektifannya, dan menyarankan beberapa variasi. Artikel itu menyimpulkan dengan mempertimbangkan sebagian pembatasan dari sistem yang diusulakan.

Peninjauan Literatur
Gilson(1994) pertama kali mengkritik penilaian partisipasi diskusi, yang instruktur sebagai penilai utama, membangkitkan isu yang fundamental: siapa yang harus melakukan penilaian? Kritik keduanya adalah, siswa hanya mengincar poin daripada belajar, berhadapan dengan isu yang lebih luas: apa yang harus dinilai? Kritik terakhirnya membangkitkan isu lain: bagaimana seharusnya rencana penilaian partisipasi diskusi disesuaikan kedalam penghitungan pembedaan individu? Setiap dari isu ini ditujukan pada gilirannya di dalam bagian berikut.

Siapa yang seharusnya melakukan penilaian?
Gilson(1994) mengkritik penilaian partisipasi diskusi sebagian karena kebanyakan rencana instruktur adalah bawaan instruktur. Ada dua alternatif untuk pindah dari pendekatan yang memusat pada instruktur: penilaian sendiri atau masukan panutan. Sebuah meta-analisis diselenggarakan oleh Falchikov dan Boud (1989) menemukan korelasi sekitar .39 antara penilaian instruktur dan penilaian sendiri siswa. Bagaimanapun, korelasi antara instruktur dan nilai panutan adalah yang paling kuat. Berdasarkan data mencakup tujuh kursus psikologi salama periode 4 tahun, Melvin (1988) menemukan bahwa korelasi antara instruktur dan panutan yang dinilai bergerak dari .83 ke .90. Sebuah replika dari yang dipelajari Melvin’s (1988) dengan lima kursus akuntansi menciptakan korelasi tentang sesuatu yang serupa (Lord & Melvin, 1994). Pembelajaran Gopinath’s (1999) menemukan moderat untuk dukungan yang lemah untuk korelasi antara instruktur dan penilaian panutan (koefisien persetujuan berkisar antara . 24 untuk . 49). Bagaimanapun, 46% dari salah satu contoh siswa Gopinath’s tidak merasa nyaman untuk menyelesaikan evaluasi panutan, dan ketidaknyamanan ini mungkin telah berkontribusi kepada seluruh dukungan yang lemah.
Mempertimbangkan bahwa korelasi instruktur dan nilai panutan lebih besar daripada yang antara nilai instruktur dan penilaian diri, menggunakan masukan panutan mungkin akan lebih akurat dan sesuai daripada membiarkan siswa melakukan penilaian terhadap diri mereka sendiri. Bersamaan dengan masukan dari tiap-tiap siswa sepanjang keadaan dalam suatu semester juga berubah-ubah, instruktur mendasarkan sistem menjadi sistem penilai ganda. Penggunaan masukan input untuk partisipasi diskusi seharusnya tidak menjadi sebuah kejutan bagi siswa karena evaluasi masukan digunakan di daerah lain, seperti penilaian dokumen, penilaian pekerjaan kelompok, dan pemilihan kandidat untuk penghargaan siswa (Ghorpade & Lackritz, 2001).
Tidak ada data yang spesifik untuk menunjukkan apakah nilai partisipasi diskusi dipengaruhi oleh faktor seperti popularitas siswa diantara panutan, kemampuan, ras, dan kesukuan; bagaimanapun, ada bukti yang mengindikasikan bahwa nilai panutan dari presentasi di kelas dapat tidak memihak. Sebagai contoh, Ghorpade
and Lackritz (2001) tidak menemukan sebuah kecendrungan di sebagian siswa untuk menyukai siswa dari kelompok mereka sendiri (jenis kelamin dan suku); dan Sherrard, Raafat, dan Weaver (1994) menemukan bahwa variabel demografis tidak memihak proses penilaian panutan.

Apa yang harus dinilai?
Ada dua ukuran utama untuk mengukur diskusi partisipasi: kuantitas dan kualitas. Mengukur kuantitas, berapa pendapat yang dibuat oleh siswa, relatif lebih mudah dan telah digunakan untuk mengukur pembelajaran empiris yang utama (e.g., Arbaugh, 2000; Auster & MacRone, 1994). Bagaimanapun, bagaimana mengukur kualitas? Berdasarkan tinjauan ulang literatur yang luas, Reeves
Dan Bednar (1994) menyimpulkan bahwa difinisi universal dari kualias tidak ada; melainkan “perbedaan definisi dari kualitas adalah sesuai dalam keadaan yang berbeda” (p. 419). Didalam daerah diskusi partisipasi , Gioia (1974) mengusulkan sebuah pertanyaan tes lakmus untuk menentukan kualitas: “apakah sebuah pendapat siswa berkontribusi untuk....memahami panutan sebuah konsep di dalam diskusi?” (p.16). Sebuah contoh pribadi yang tidak relevan, sebuah observasi dangkal, atau sebuah pendapat yang tidak bijaksana berpartisipasi tanpa kontribusi. Untuk menakut-nakuti siswa agar tidak bermain dalam poin, Gioia menyarankan bahwa instruktur tidak menghitung partisipasi tanpa kontribusi.
Meskipun siswa penilai akan menilai kualitas dan kuantitas dari sebuah partisipasi diskusi, sang instruktur tetap menjadi fasilitator utama dalam partisipasi diskusi. Barnes (1983) mencatat bahwa 82% dari pertanyaan yang ditanya oleh instruktur perguruan tinggi berada pada teori yang paling rendah. Itu tidak mungkin bahwa pertanyaan teori rendah akan menciptakan diskusi bermutu tinggi. Pembelajaran ilmu bentuk tubuh Bloom’s (1956) adalah salah satu instrumen untuk mempromosikan cara berpikir yang lebih tinggi antar para siswa (lihat Athanassiou, Mcnett,& Harvey, 2003, untuk suatu aplikasi yang sempurna). Mempertimbangkan sebuah set pertanyaan yang menjadi meningkat menjadi kompleks seperti pembelajaran ilmu bentuk tubuh Bloom’s(1956). Apakah tiga tingkatan strategi(pengetahuan) bisnis? Apa tingkatan strategi bisnis yang digunakan di sekolahmu(pengertian)? Risiko apa yang akan dihadapi sekolahmu tehadap tingkatan strategi bisnis yang dipilih (analisa)? Dari semua risiko yang dihadapi oleh sekolahmu mengacu pada tingkatan strategi bisnis tersebut, yang mana yang paling terkemuka (aplikasi)? Apa rencana tindakan yang akan diikuti sekolahmu untuk meminimalisir risiko tingkatan bisnis(sintesis)? Jika dua orang siswa datang dengan dua rencana tindakan yang berbeda seperti mereka menjawab pertanyaan terakhir ini, yang lain akan bertanya: yang mana rencana tindakan yang akan bekerja lebih baik dan kenapa (evaluasi)? Aplikasi, sintesis, dan evaluasi pertanyaan mempunyai potensi lebih untuk menghasilkan diskusi yang menarik.
Untuk meningkatkan mutu, instruktur harus memanggil siswa dengan nama ketika mereka sukarela, menyediakan penguatan hal positif ketika siswa berpartisipasi, memberikan siswa waktu yang cukup untuk menjawab pertanyaan, dan memanggil siswa secara acak jadi diskusi tersebut tidak di dominasi oleh seorang siswa sepenuhnya (Auster & MacRone, 1994). Brookfield dan Preskill (1999) merekomendasikan bahwa fakultas juga “model partisipasi diskusi” dengan mengundang satu atau dua rekan kerja kedalam kelas mereka pada awal semester dan mendemonstrasikan perilaku partisipasi diskusi yang ideal.

BAGAIMANA CARA UNTUK MELIPUTI PERBEDAAN INDIVIDU
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, partisipasi diskusi sangatlah jarang berada di dalam tubuh siswa. Introvert, yang suka mencerminkan isu, sebagai contoh, dapat
 menemukan langkah diskusi kelas yang sempit terlalu menakutkan (Brookfield & Preskill,
1999). Ketika instruktur mengizinkan beberapa siswa untuk mendominasi diskusi, keadaan akan menguntungkan pria, yang berkomunikasi berdasarkan “hierarki sosial dan kompetisi” dari pada wanita (Arbaugh, 2000, p. 505). Siswa asing dari perbedaan kebudayaan yang cukup tinggi dan siswa yang secara alami pemalu dapat dengan mudah diintimidasi dengan kebutuhan partisipasi diskusi (Kesner, 2001; Thomas, 1999).
Karena itu akan memaksa siswa untuk “mengarahkan usaha mereka untuk struktur penghargaan orang lain” (Gilson, 1994, p. 230), sebuah sistem partisipasi diskusi yang disamaratakan yang mengabaikan ras, kelas, jenis kelamin, dan kepribadian akan sedikit lebih efektif dan memotivasi daripada sebuah sistem yang fleksibel (Brookfield & Preskill, 1999). Itu memungkinkan untuk mengembangkan sebuah sistem yang fleksibel untuk partisipasi diskusi dengan membangun sebuah kerja dari Hiller dan Hietapelto
(2001) dan Fileva (2004). Hiller dan Hietapelto mengembangkan sebuah rencana yang fleksibel disebut sebagai kontrak penilaian dimana siswa diberikan pilihan tugas apa yang akan mereka kerjakan selama semester. Siswa juga diberikan kekuasaan untuk memilih bobot untuk setiap tugas dengan batasan yang luas yang diset oleh instruktur. Fileva mendisain kelas penilaian dimana siswa harus memasukan disain dari silabus,; memilih tipe, topik, dan jatuh tempo tugas (dengan batasan luas yang diset oleh instruktur);dan dikembangkan sebuah sistem panutan dari kelompok kerja. 
Di jumlah, literatur bersifat pendidikan yang utama menyediakan pengertian yang mendalam yang penting untuk mengembangkan suatu pendekatan yang tersusun untuk mengukur keikutsertaan diskusi. Lebih secara rinci, tiga unsur-unsur disain menonjol: ( a) menyelidiki panutan masuk, ( b) pembedaan antar komentar siswa, dan ( c) membiarkan beberapa fleksibilitas di tingkatan siswa individu. Berdasarkan pengertian yang mendasar ini, saya mengusulkan sebuah sistem untuk mengukur dan menimbang partisipasi diskusi di sesi berikutnya. 



Usulan Pembicaraan-Partisipasi Sistem
Saya telah menggunakan usulan pembicaraan Kehadiran dan Partisipasi System (ADPS) selama 4 tahun yang berkembang dalam bentuk sarjana Bisnis Kebijakan Strategis Pengelolaan dan Kewirausahaan kursus terutama ukuran mulai dari 20 sampai 30 siswa. Dalam ADPS, siswa bertanggung jawab untuk menilai diskusi partisipasi dari setiap anggota kelas pada setiap hari. Berdasarkan evaluasi masukan ini, setiap siswa mendapatkan poin mulai 0-3 di kelas masing-masing sesi. Harian poin yang rata-rata untuk semester, dan rata-rata adalah dikonversikan ke angka antara 0 dan 100 menggunakan skala, yang menjadi nilai keikutsertaan siswa dalam diskusi untuk semester. Setiap siswa mempunyai beberapa pilihan untuk memilih kesukaran tugas yang ditugaskan untuk nya diskusi-nilai partisipasi sebagai bagian dari keseluruhan kelas saja.
ADPS berbeda dari "penilaian panutan/panduan" metodologi yang diusulkan oleh Melvin (1988) dan Lord dan Melvin (1994). Dalam sistem mereka, instruktur untuk mempertahankan independen skor setiap siswa sepanjang semester, siswa menilai satu sama lain dari keseluruhan diskusi untuk partisipasi seluruh semester baik dalam 
berikutnya atau terakhir dalam pertemuan kelas, dan pembimbing serta rekan bersama-sama menentukan diskusi akhir siswa-partisipasi kelas. Secara khusus, "penilaian panutan/panduan" metodologi mungkin memiliki beberapa kelemahan bila dibandingkan dengan ADPS. Pertama, mengumpulkan masukan dari para siswa pada akhir pengaruh tayangan tetapi tidak menghasilkan harian nilai dari siswa. Selain itu, dengan satu poin evaluasi daripada beberapa poin evaluasi, terdapat peningkatan risiko dari persepsi. Kedua, jika seorang siswa tidak hadir selama beberapa kelas selama periode semester, ia mungkin menemukan kesulitan untuk mengevaluasi secara akurat keikutsertaannya dalam diskusi dengan siswa lainnya. Akhirnya, karena kebaruan efek, kegiatan siswa dari seluruh kinerja selama semester cenderung tidak dievaluasi sebanyak kontribusinya yang paling baru.
Ketentuan Dasar di ADPS
Masukan panutan. Kepala kesusastraan menjelaskan tiga jenis penafsiran panutan: peringkat panutan (semua anggota kelompok adalah peringkat terbaik dari yang terburuk ke pada beberapa karakteristik ), nominasi panutan ( sebuah jumlah orang tertentu dalam kelompok yang dikenal sebagai yang pertama sampai ke nilai n seterusnya yang tertinggi dalam kelompok pada beberapa karakteristik), penilaian panutan (semua anggota kelompok yang dinilai pada beberapa karakteristik; Kane & Lawler, 1978). Peringkat 20 dengan 30 siswa setiap hari dalam semester dari terbaik ke terburuk adalah tidak praktis, oleh karena itu, saya memutuskan keluar dari metode pertama peringkat panutan. Metode kedua dari nominasi panutan mengatasi masalah ini oleh hanya peringkat di atas 20% dari salah satu kelompok, misalnya, dari yang pertama sampai yang ke n/selanjutnya tertinggi. Namun, hanya oleh peringkat atas 20%, metode yang ke dua gagal membedakan antara sisa 80% dari siswa. Karena saya tertarik dalam membuat nilai untuk setiap siswa di kelas, saya memerintah metode kedua dari nominasi panutan dan memutuskan untuk menggunakan penilaian panutan sambil merancang ADPS. 
Komentar berbeda. Kepala kesusastraan merekomendasikan komentar yang berbeda ke dalam dua kategori: kontribusi tanpa partisipasi dan kontribusi (i.e., tidak ada zat-partisipasi). Namun, saat ini dalam penggunaan, kontribusi mungkin terlalu luas kategori. Dengan demikian ADPS kategori yang bekerja sebagai komentar lebih mudah atau pengertian penuh. Sebuah komentar, mudah mencukupi dalam konteks kelas diskusi yang berlangsung. Sebuah komentar dengan perhatian penuh yang mungkin akan menampilkan keunggulan berpikir luar biasa dan dapat dianggap lebih berharga. 
Dalam kesusastraan tentang kehadiran adalah diam. Siswa dapat belajar banyak tentang 
subjek masalah di bawah diskusi dalam mendengarkan diskusi kelas. Siswa yang malu dapat menjadi lebih efektif dalam diskusi kelas oleh penelitian yang lain telah dikembangkan kemampuan komunikasi dengan baik. Karena itu, diusulkan bahwa ada beberapa insentif untuk menghadiri kelas. Namun, kehadiran seharusnya hitungan waktu kurang dari satu mudah komentar.
Singkatnya, yang diusulkan dalam hierarki nilai ADPS, paling tidak untuk sebagian besar yang paling berharga, adalah sebagai berikut: kehadiran, mudah komentar, dan pengertian penuh terhadap komentar. 
Lembar evaluasi. Penilai mahasiswa menggunakan struktur evaluasi lembar (lihat lampiran) untuk merekam kehadiran dan frekuensi no-substansi, mudah, dan pengertian penuh terhadap komentar untuk setiap siswa yang terdaftar alfabet oleh nama depan. Lembar ini juga memberikan panduan untuk penilai untuk membedakan antara siswa komentar. Biasanya, ada beberapa kursi 
yang memberikan tampilan yang terbaik dari seluruh kelas. Mereka dapat kursi untuk penilai siswa. 
Karena membutuhkan waktu bagi siswa merasa nyaman untuk berpartisipasi dalam kelas 
sesi, ia bermanfaat untuk memperlambat menggunakan sistem sampai minggu ke tiga atau ke empat semester. Namun ketika di mulai, lembar evaluasi dalam setiap kelas sesi kecuali hari – hari ujian. Pertama siswa belajar tentang ADPS melalui penjelasan dalam kursus silabus. Idealnya, lembar evaluasi seharusnya merupakan bagian dari silabus. Kelas periode pertama seharusnya digunakan untuk menjelaskan perhatian segera siswa. Sebelum menerapkan sistem ini, lembar evaluasi penting untuk siswa melalui langkah-langkah mereka akan melalui saat menyelesaikan lembar evaluasi. Pengajar seharusnya juga menekankan nilai sedang konsisten dan adil dan harus hati-hati terhadap "efek halo" (Ferris & Hess, 1985). Lembar evaluasi harian jelas menyatakan bahwa memberikan tinggi mengarah ke "teman" hanya karena ia adalah teman dianggap sebagai pelanggaran 
dari Honor Code.
Dalam penilaian panutan, kemungkinan dapat berkisar antara satu atau dua siswa 
penilaian semua orang lain dalam suatu sesi kelas untuk setiap siswa dalam penilaian orang lain 
setiap sesi kelas. Aku yang memerintah pilihan terakhir karena akan dihasilkan 900 peringkat di kelas 30 siswa. Untuk mencegah penyalahgunaan yang berpotensi sistem, namun, Anda dianjurkan untuk menggunakan dua rating bukan sebagai satu banyak hari mungkin sesuai kembar kendala jumlah siswa yang terdaftar dan jumlah sesi di kelas satu semester. Misalnya, jika terdapat 
30 siswa di kelas dan ADPS diukur sekitar 18 sesi kelas selama semester, tidak boleh dua evaluators di 12 dari 18 sesi kelas.
Sistem poin harian. ADPS hierarki yang diawali dengan pengukuran mahasiswa mendapatkan nilai di masing-masing kelas sesi. Nol adalah untuk menjadi yang absen atau, jika ada, tdk pantas menurut kedudukan menampilkan perilaku (misalnya, membaca koran, mengerjakan tugas tidak berhubungan dengan kelas, melakukan teka - teki silang, tidur, berbicara dengan tetangga, atau lewat catatan). Satu poin yang diperoleh adalah untuk menghadiri kelas tanpa kontribusi (yakni, nol mudah komentar), 2 poin untuk satu atau dua komentar mudah, dan 3 poin untuk tiga atau lebih mudah komentar. Seperti yang ditunjukkan sebelumnya, sebuah pengertian penuh terhadap komentar dianggap bernilai dua mudah komentar. Komentar tidak akan menerima kredit, namun demikian komentar tidak boleh dihitung negatif karena tujuan keikutsertaan dalam diskusi adalah untuk membantu meningkatkan kemampuan siswa. Penilai mendapatkan 3 poin untuk hari untuk membantu instruktur dengan kelas evaluasi. 
Pada akhir dari kelas sesi, penilai siswa memberikan lembar evaluasi kepada instruktur. Instruktur harus menyesuaikan nilai siswa untuk tidak pantas menurut kedudukan perilaku dan juga memeriksa dan/atau menyelesaikan kasus harian di mana dua nilai untuk siswa berbeda oleh 2 atau 3 poin. Seperti ketidakcocokan mungkin jika salah satu penilai salah mambaca nama siswa. Untuk membuat penilai dari pekerjaan mudah, siswa harus memiliki nama tag nama di depan dan belakang. Jika terdapat tidak ada penyesuaian, seorang siswa dari skor untuk hari ini rata-rata dua nilai. 
Poin rata-rata dan mengubahnya ke skor. Jumlah total poin yang sehari-hari dibagi dengan jumlah kelas sesi untuk memastikan poin rata-rata siswa untuk kelas per semester. Menggunakan skala sebelumnya yang seragam untuk semua siswa di kelas, rata-rata adalah dikonversikan ke angka antara 0 dan 100, yang menjadi nilai akhir siswa dalam keikutsertaan pada diskusi untuk kursus. Misalnya, rata-rata poin per kelas 0,0, 1.0, 2.0, dan 3,0 dapat dikonversi ke 0, 77, 87, dan 100, masing-masing. Karena skala konversi termasuk dalam silabus, siswa akan mengetahui pada hari pertama dari semester yang mendapat skor dari 87 (B + di sebagian besar sekolah) untuk kelas diskusi, ia harus rata-rata 2 poin per kelas sesi selama semester dan bahwa salah satu cara untuk mencapai yang rata-rata adalah untuk berpartisipasi setidaknya sekali dalam setiap kelas. Jika siswa kehilangan beberapa kelas, maka dia atau ia harus mendapatkan 3 poin di masing-masing dari beberapa kelas untuk dapat mempertahankan 2-point rata-rata. Mahasiswa menghadiri setiap sesi namun tidak mengambil bagian dalam kelas diskusi akan mengetahui bahwa ia tidak dapat berharap untuk memperoleh lebih dari 77, yang sebagian besar sekolah akan menjadi C +.
Hilangnya kelas sesi akan mempengaruhi rata – rata keikutsertaan siswa dalam diskusi semester, walaupun ia atau dia mungkin memiliki alasan – wawancara pekerjaan, magang pameran, dan lain-lain. Karena itu, ketika menghitung rata-rata untuk semester, kehilangan satu atau dua sesi kelas mungkin membebaskan untuk kelas secara keseluruhan. Atau, mahasiswa dapat diizinkan untuk menjatuhkan mereka dua nilai terendah jika mereka bekerja ekstra-kredit. Sepanjang baris yang sama, kadang-kadang sesi kelas yang tidak cukup memberikan kesempatan untuk keikutsertaan dalam dikusi (misalnya, satu sesi dengan pembicara tamu atau satu dengan yang panjang 
video) tidak boleh dihitung sebagai sesi penuh, atau untuk semua orang seperti sesi hadir 
dapat secara otomatis mendapatkan kredit untuk setiap komentar yang mudah untuk memulai 
dengan kesempatan terbatas-kelas juga dapat seimbang oleh peluang bagi poin bonus dalam beberapa kelas ( misalnya, peran bermain di kelas ). 
Angka timbal balik ( rata – rata poin yang sampai sekarang dan nilai yang dikonversi ) diberikan kepada siswa setiap beberapa bulan. Namun, sangat penting untuk tidak mengungkapkan poin yang diterima pada hari tertentu. Kebijakan ini konsisten dengan –praktek terbaik dalam berpikir 360 °penilaian yang dibuat tanpa nama (Borman & Bracken, 1998). 
Akuntansi untuk setiap perbedaan individu. Salah satu cara untuk pindah dari sistem umum, sebelum dikritik dalam sastra, adalah agar setiap siswa memilih bobot untuk keikutsertaan dalam diskusi dan komponen lain yang membentuk keseluruhan kelas saja. Ide yang mudah dipertimbangkan adalah tetap mudah disesuaikan dengan sistem kontrak yang diusulkan oleh Hiller grading dan Hietapelto (2001). Tentu saja bobot nol dalam keikursertaan diskusi adalah bukan merupakan pilihan karena penting bagi setiap orang untuk mengembangkan kemampuan komunikasi. Siswa mungkin boleh, misalnya, diberi kesempatan untuk memilih di antara tiga bobot keikutsertaan dalam diskusi mungkin untuk kelas mereka secara keseluruhan saja (misalnya, 10%, 15%, atau 20%). Siswa yang memilih ikut serta dalam diskusi akan bernilai 10% dari mereka bukan kelas saja 20% akan ada kriteria lain, seperti tes dan kuis, bernilai 10 poin dengan persentase lebih. Siswa membuat keputusan ini tentang pertengahan melalui semester, ketika mereka telah menerima cukup tanggapan untuk mereka membuat keputusan. 
Efektivitas ADPS
ADPS telah bekerja dengan baik bagi saya di lebih dari 25 bagian selama 4 tahun. Siswa tampaknya mengambil keuntungan dari sistem fleksibel berat. Di satu semester terakhir, 57% dari siswa memilih pilihan yang berat untuk ADPS, 16% dengan memilih pilihan yang paling berat, dan 27% memilih pilihan sedang. Ketika ditanya rekomendasi mereka apakah ADPS seharusnya terus, 78% dari siswa setuju (atau sangat sedikit), 8% yang netral, dan 14% tidak setuju (atau sangat sedikit). Itu keandalan antara penilai siswa telah diuji dalam tiga bagian sehaluan dalam dua semester. Dengan pasangan-sampel hubungan antara dua siswa dengan skor penilai di dua semester itu .89 (P <.001) dan .90 (p <.001), masing-masing. Kedua penilai yang baik dalam menyelesaikan kesepakatan dalam 84% dari 450 kasus dalam satu semester dan 86% dari 445 kasus pada semester kedua. 

Variasi dalam Mempekerjakan ADPS
ADPS dapat dengan mudah dimodifikasi oleh instruktur untuk masing-masing sesuai dengan gaya mengajar. Bagi mereka yang tertarik, saya menawarkan beberapa variasi. 
Membuat skala konversi lebih kurang menuntut. Dalam sistem dasar yang telah dijelaskan sebelumnya, siswa dengan rata – rata 1.0, 2.0, dan 3.0 selama semester masing – masing menerima nilai akhir 77, 87 dan 100. Untuk membuat ADPS lebih menuntut, mungkin dalam lulusan kelas, skala konversi dapat menjadi sukar: nilai 1.0, 2.0 dan 3.0 akan masing – masing memperoleh 60, 80, dan 100 poin. Untuk membuat ADPS kurang menuntut, skala konversi dapat menjadi santai: nilai yang sama akan memperoleh 80, 90 dan 100 poin. Kurang menuntut skala ini mungkin sesuai untuk pendaftaran saja dengan lebih dari 30 tahun yang memenuhi 3 kali seminggu dengan sesi kelas dari 50 menit. 
Membuat sistem poin harian lebih atau kurang menuntut. Dasar dalam sistem 
dijelaskan sebelumnya, 3 poin yang diperoleh siswa untuk setiap hari membuat tiga atau lebih komentar mudah. Sistem seperti itu mungkin akan sulit untuk dilaksanakan 
pada saat pendaftaran adalah 30 dan kelas adalah 50 menit sesi. Untuk mengakomodasi 
situasi seperti ini, siswa mungkin memperoleh 3 poin poin dengan membuat dua atau lebih 
komentaryang apa adanya. Jika seorang instruktur ingin membuat poin dalan permainan bahkan lebih lanjut, seorang siswa mungkin mendapat 3 poin per hari yang hanya membuat komentar yang apa adanya. Dengan kata lain, setiap jumlah komentar yang apa adanya dapat memperoleh maksimal 2 poin. 
Menggunakan ADPS di kelas kecil. Bila satu kelas memiliki kurang dari 10 siswa, 
kebanyakan siswa akan membuat lebih dari tiga komentar dalam kelas sesi yang khas. Dalam skenario seperti itu, sistem poin harian dapat disesuaikan sebagai 
berikut: 0 = tidak hadir untuk sesi kelas, 1 = sangat di bawah rata-rata-keikutsertaan dalam diskusi dibandingkan dengan siswa lainnya hadir berdasarkan jumlah komentar yang jelas, 2 = diskusi seperti keikutsertaan yang paling sering, siswa lainnya hadir berdasarkan jumlah komentar, dan 3 = cukup di atas rata-rata dibandingkan dengan partisipasi diskusi siswa lainnya hadir berdasarkan jumlah mudah komentar. Catatan kualitas yang sudah di bangun di atas sistem poin harian karena sebuah komentar dianggap bernilai dua mudah komentar.
Menggunakan ADPS dalam kelas yang lebih besar. Jika ada 60 siswa dalam satu kelas, sistem poin harian atau mungkin harus dibuat sedikit kurang menuntut. Misalnya, seorang siswa seorang siswa bisa mendapatkan 2 poin untuk membuat sebuah komentar apa adanya dan 3 poin untuk membuat satu atau dua komentar, dan siswa dengan sebuah rata – rata 2.0 bisa mendapat 90 poin sebagai pengganti 87 mereka akan mendapatkan di kelas 30 siswa. Sebuah kelas yang lebih besar juga akan memerlukan empat penilai pada hari tertentu, dengan satu pasangan penilai fokus pada satu kelompok dari 30 siswa dan pasangan lainnya yang berfokus pada sisa 30. 

Pemikiran dan Kesimpulan
ADPS tidak menambah beban administrasi dari instruktur. Nilai harian siswa harus dimasukkan ke dalam catatan waktu secara berkala sehingga dapat diberikan tanggapan. Beberapa siswa merasa berkaitan dengan mendorong keikutsertaan harian, Namun, bobot yang fleksibel dalam penyediaan mengurangi bagian dari beban mereka. Kritikan itu seorang siswa menilai bahwa seorang siswa tidak bisa membayar cukup perhatian kepada apa 
sedang diajarkan adalah benar, namun ini umumnya hanya terjadi sekali untuk setiap 
siswa ketika ukuran kelas berkisar antara 25 dan 30 siswa dan kelas memenuhi dua kali seminggu. Sebaliknya adalah siswa mendapat kesempatan untuk mengevaluasi keikutsertaannya dalam diskusi dan memberikan umpan balik, yang terpnting setiap orang harus memiliki kemampuan untuk hidup. Selain itu, ada kesempatan ketika penilai siswa juga ikut serta dalam diskusi.
Penilaian keikutsertaan dalam kelas adalah “ buatan campur tangan dimaksudkan 
memberikan siswa kesempatan untuk menilai kemampuan komunikasi dan kecendrungan, serta mereka telah dinilai oleh orang lain "(Smith, 1994, hal 239). Memperlakukan siswa adil dalam penilaian ini, instruktur harus secara eksplisit menjelaskan terkait persyaratan dan standar (Akademi Manajemen Kode Etik Perilaku, 2005). ADPS berusaha untuk memperlakukan siswa secara adil dengan menghubungkan perilaku keikutsertaan harian siswa, nilai keiktsertaan harian, nilai rata-rata semester dan nilai keikutsertaan semester akhir. Ada struktur yang cukup dalam sistem yang diusulkan agar transparan untuk siswa, 
belum memungkinkan kebebasan kepada siswa untuk memilih sesuai dengan kekuatan dan kelemahan mereka. Dengan memberikan beberapa pilihan kepada siswa bagaimana mengevaluasi ADPS membantu menciptakan sebuah “ kelas menghormati “(Hiller & Hietapelto, 2001, hal 677). Sedangkan siswa memberikan manfaat dari persepsi panutan, yang memungkinkan instruktur untuk fokus mengajar mereka. ADPS dapat dengan mudah dimodifikasi oleh instruktur individu untuk mengajar sesuai dengan gaya mereka. Saya harap artikel ini menawarkan beberapa pendekatan baru dan ide untuk rekan-rekan yang mungkin berjuang dengan pengukuran keikutsertaan dalam diskusi. 
Lampiran 
Lembar Evaluasi
Tanggal hari ini Topik hari ini
Menjadi adil dan objektif sebagai hakim di kelas diskusi hari ini. Nama siswa disusun berdasarkan abjad dari nama pertama ( kolom 1 ). Lingkaran nama Anda pada 
daftar di bawah ini untuk mengidentifikasi diri Anda sendiri. Gunakan Kolom 2 untuk menunjukkan jika seorang siswa tidak hadir atau terlambat. Gunakan panduan dalam rubrik di balik samping lembar ini untuk membedakan antara komentar siswa. Catatan frekuensi masing-masing jenis komentar ( no-substansi, mudah, dan pengertian ) seorang siswa masing-masing dibuat dalam Kolom 3, 4, dan 5. Komentar berwawasan yang dianggap layak dua komentar yang sebenar - benarnya. Tidak ada komentar subtansi tidak memperoleh kredit. Pada akhir kelas, masukkan poin siswa harus mendapatkan dalam Kolom 6 berdasarkan sistem sebagai berikut:
0 - Absen untuk kelas
1 – nol komentar atau beberapa tidak ada isi pokok komentar
2 - setara dengan satu atau dua komentar 
3 - setara dengan tiga atau lebih komentar
Terima kasih dalam kemajuan!
Catatan: Memberikan poin tinggi untuk “ teman “ Anda atau memiliki timbal balik dalam penilaian 
susunan merupakan pelanggaran terhadap Kode Honor.
Kolom 1 Kolom 2 Kolom 3 Kolom 4 Kolom 5 Kolom 6
Nama Tidak hadir atau terlambat Frekuensi dari tidak ada isi pokok komentar Frekuensi komentar yang sebenar–benarnya Frekuensi dari komentar berwawasan Poin untuk hari ini
Pertama terakhir
Pertama terakhir
Pertama terakhir
Pertama terakhir
Pertama terakhir
Pertama terakhir
Pertama terakhir
Pertama terakhir
Pertama terakhir
Pertama terakhir
Pertama terakhir
Pertama terakhir

Pertama terakhir
Pertama terakhir
Pertama terakhir
Pertama terakhir
Pertama terakhir
Pertama terakhir
Pertama terakhir
Pertama terakhir
Pertama terakhir
Pertama terakhir
Pertama terakhir
Pertama terakhir

Pertama terakhir
 A / T

A / T

A / T

A / T
A / T

A / T

A / T
A / T

A / T

A / T
A / T

A / T

A / T

A / T

A / T

A / T
A / T

A / T

A / T
A / T

A / T

A / T
A / T

A / T

A / T

 123

123

123

123
123

123

123
123

123

123
123

123

123

123

123

123
123

123

123
123

123

123
123

123

123

 123

123

123

123
123

123

123
123

123

123
123

123

123

123

123

123
123

123

123
123

123

123
123

123

123

 123

123

123

123
123

123

123
123

123

123
123

123

123

123

123

123
123

123

123
123

123

123
123

123

123

 

Lembar Evaluasi
Pedoman dalam rubrik ini diadaptasi dari Gioia (1987) dan contoh tema dikutip dalam Arter dan McTighe (2000) dan Lewi dan Stevens (2005). Menggunakan panduan ini untuk membedakan komentar siswa. Harap fokus pada isi komentar siswa hubungan isi diskusi kelas yang terus – menerus. Jangan fokus pada penyampaian. Dengan kata lain, fokus dengan apa yang dikatakan siswa. Tidak pada bagaimana siswa berbicara. Setiap berita dalam tingkat tertentu tidak perlu diperiksa untuk komentar yang akan digolongkan pada tingkat tertentu. Akhirnya, komentar tidak perlu dijadikan ke dalam bentuk sebuah jawaban. Sebuah pertanyaan yang ditanyakan oleh siswa juga sebuah komentar yang benar. 
Tidak ada isi pokok komentar: tidak memadai dalam konteks kelas diskusi yang berlangsung. 
• Tidak menambah pemahaman dari berbagai topik. Mengulangi dengan tepat apa yang lain dari siswa sebelumnya menggunakan kata yang sama atau berbeda kata. 
• Isi sangat dangkal, tidak relevan, terputus, atau acak.
• Hampir tidak ada yang mengatakan dengan rinci respon yang sesuai.
Komentar yang sebenar – benarnya: memadai dalam konteks kelas diskusi yang sedang berlangsung. 
• Menambahkan untuk memahami topik. 
• Memberikan isi cukup untuk menjawab pertanyaan yang ditanyakan. Mungkin termasuk 
dangkal atau beberapa isi yang tidak relevan. 
• Mungkin tepat menggunakan teori dan menyarankan hubungan apa yang mungkin berkata lain.
Komentar berwawasan: pemimpin dalam konteks kelas diskusi yang berlangsung.
• Secara signifikan meningkatkan pemahaman berbagai topik.
• Menunjukkan isi pokok yang mendalam, sepenuhnya, dan kompleksitas pemikiran. 
• Membuat sambungan teori kreatif, sebelum kursus, dan mengambil kelas disusi dengan pimpinan baru. 








Tidak ada komentar:

Posting Komentar